Minggu, 04 Desember 2016

Tekanan

Halo, sudah lama sekali ya? Aku sungguh sangat merindukan menulis! Aku juga merasa sangat-sangat merindukan "sang nyonya" karena ia seringkali tampak letih dan kerap kali mengabaikanku. Aku jadi kasihan padanya. Dia sedang tertekan.
Di sini aku akan bercerita tentang "sang nyonya" dan beberapa hal yang membuatnya tertekan. (Oh, kuharap dia mampu mengatasi tekanannya itu dan tidak menjadi gila!)
Semuanya berawal dari awal semester ini. Sungguh nyonya adalah orang yang sangat hebat, dia senang sekali menyibukkan dirinya. Seperti orang yang tak pernah istirahat. Bayangkan saja, di bulan Juni, ia harus menyelesaikan 4 tugas dalam waktu dua minggu untuk dilombakan. Dan itulah titik awal tekanan yang ia rasakan. Bagaimana tidak tertekan jika hanya dalam waktu 14 hari saja ia harus menyelesaikan tugas yang mana 2 dari 4 tugas itu benar-benar hal yang baru untuknya! Dan dalam waktu 14 hari itu, ia juga harus melaksanakan ujian semesternya! Aku saja yang hanya mendengarkan merasa ikut tertekan karenanya. Akan tetapi, nyonyaku bukanlah nyonyaku jika ia tidak aneh. Benar, dia aneh sekali. Mengapa? Karena dia merasa sangat bahagia meskipun merasa tertekan seperti itu. Katanya, ia mendapatkan keluarga kecil di sana. Keluarga di mana orang-orang yang diberikan tekanan yang sama dengannya (hanya saja kemungkinan besar orang-orang lain yang diberikan tekanan itu memiliki daya tahan yang luar biasa pula terhadap tekanan itu, tidak seperti nyonyaku). Yah sudahlah, asalkan dia bahagia sedikit tekanan sepertinya tidak apa.
Ternyata, cerita nyonya tidak berhenti sampai di sana. Ia bercerita lagi padaku mengenai kelanjutan 4 tugas yang dilombakan itu. Singkatnya, salah satu dari tugasnya tersebut mampu masuk ke babak final dan dia pergi ke luar kota untuk mengikuti finalnya. Kebetulan, salah satu kawannya juga masuk ke babak final. Di sinilah ia merasa tertekan, ah bukan, sepertinya lebih ke terabaikan kalau menurutku. Jadi, di dalam babak final tersebut terdapat voting untuk menentukan poster terfavorit. Di sana selain nyonya dan temannya yang masuk babak final, ada sekitar 13 teman nyonya yang lain yang datang ke sana. Parahnya mayoritas teman nyonya lebih memilih menyumbangkan suara kepada karya milik teman nyonya daripada menyumbangkan suara kepada karya milik nyonya. Dan setelah mereka voting, mereka begitu saja meninggalkan nyonya untuk makan di suatu tempat yang lain tanpa sedikit pun usaha memberitahu nyonya. Nyonya merasa begitu sakit hati mendapati hal itu. Tapi, mungkin saja itu hanya prasangka nyonyaku saja. Memang terkadang ia sedikit berlebihan dalam menafsirkan sesuatu.
Beruntung, orang-orang yang nyonya anggap keluarga berlaku bak keluarga aslinya. Setidaknya, meskipun hingga sekarang ia tidak tahu alasan dibalik ketidakadilan voting tersebut dan hanya menduga-duga, ia telah memaafkan mereka dan bisa tersenyum bersama mereka seperti keluarga yang sebenarnya.
Tamat? Oh, tentu saja tidak. Roda milik nyonya masih terus berputar.
Bulan-bulan selanjutnya diisi oleh kepanitiaan untuk acara yang cukup besar, dan di sini nyonya berlaku sebagai koordinator dekorasi dan dokumentasi. Yah, sepertinya memang pada dasarnya nyonya memiliki daya tahan terhadap tekanan yang sangat rentan, ia sangat mudah tertekan hanya dengan stressor yang sangat kecil. Beruntungnya lagi, ada seorang pembimbing yang benar-benar baik dan seringkali membantu nyonya. Ia baik sekali.
Beriringan dengan kepanitiaan tersebut, nyonya juga menjalani kehidupan akademisnya. Ia bersekolah seperti biasanya, hanya saja untuk semester ini dan dua semester ke depan nyonya harus menjalaninya dengan kelompok baru, yang berisi orang-orang yang tidak begitu akrab dengan nyonya. Kurasa itu hanyalah perasaan nyonya karena aku tahu nyonya yang selalu berlebihan menanggapi sesuatu. Tapi, kurasa nyonya tidak salah juga..
.
.
.
.
.
Hai, maaf saya adalah yang disebut-sebut tadi. Saya... adalah sang nyonya. Yak! Jadi, maaf sebelumnya saya tiba-tiba muncul dan mengambil alih dari burung hantu jelek itu. Karena yang satu ini cukup membuat saya jengkel beberapa kali. Hmmm, sebaiknya saya mulai dari mana ya... dari awal kah? Baiklah.
Jadi, di institut pendidikan saya, kami dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang berisikan 10-15 orang untuk membantu kami belajar. Kelompok ini tiap tahunnya diacak untuk menimbulkan suasana baru dan menjalin relasi yang baik antar teman. Akan tetapi, layaknya manusia pada umumnya, kerap kali merasa tidak cocok dengan satu dan yang lain. Itulah yang terjadi pada saya. Iya, saya merasa kurang cocok dengan rekan saya, sejak awal semester hingga sekarang. Saya tahu saya orang yang introvert dan lebih suka menyendiri. Tetapi saya juga butuh bergaul bukan? Selama ini saya sering menutupi diri saya yang introvert ini dengan menjadi diri saya yang selalu ceria, tersenyum selalu, berusaha selalu menyapa orang, dan lain sebagainya. Di satu sisi, saya merasa bahagia, tetapi di sisi lain saya merasa sangat lelah. Saya yang introvert ini, masih belum bisa menjadi diri saya sendiri ketika bersama teman-teman satu kelompok saya. Saya sering mengenakan topeng saya, meskipun kadang saya merasa topeng saya mulai luntur dan menampakkan diri saya yang asli. Saya selama dua tahun terakhir juga seperti itu dengan kelompok sebelumnya di awal-awal bersama mereka, tetapi di waktu itu terdapat seseorang yang menjadi sandaran dan panutan saya dalam kelompok tersebut, sehingga saya mampu masuk ke dalam dunia teman-teman sekelompok saya, dan saya menjadi nyaman dengan mereka. Namun, di kelompok baru ini, saya tidak memiliki orang tersebut, saya sendirian, dan itulah yang membuat saya kesulitan mencocokkan diri dengan kelompok baru ini.
Kelompok kami ini merupakan kelompok yang sangat asik sebenarnya. Mereka penuh candaan, mereka baik hati, mereka lucu, mereka menyenangkan, dan lain-lain. Tapi, beberapa kali saya mendapati apapun yang saya lakukan tidaklah sesuai dengan mereka. Dan terkadang saya hanyalah angin lalu bagi mereka. Kadang pula, saya dibiarkan bekerja sendiri oleh mereka. Saya seringkali berusaha untuk tidak memikirkan bahwa mereka mendiskriminasi saya, saya seringkali berusaha agar saya tidak berpikiran buruk tentang mereka. Saya berusaha.
Kelompok kami ini, setiap dua kali seminggu wajib melakukan diskusi. Dan untuk mengerjakan laporan diskusi tersebut, kelompok kami dibagi menjadi empat tim. Ketika tim saya mendapat tugas, entah mengapa saya selalu merasa tertekan. Bagaimana tidak? Laporan yang seharusnya hanya menulis apa yang kami jalani pada diskusi sebelumnya, menjadi sangat berat tugasnya karena mereka tidak memberikan bahan yang mereka bicarakan dalam diskusi. Itu benar-benar membuat saya tertekan karena saya harus mencari sendiri dan mengingat-ingat apa yang mereka katakan. Sendirian? Oh tidak tidak. Kami bertiga, hanya saja dua orang lainnya memilih untuk mengerjakan bagian awal dan saya bagian finishing. Tetapi kenyataannya apa yang mereka kerjakan tidak sesuai dengan format dan bahannya seringkali sangat kurang. Yah, mungkin ini salah satu faktor kepribadian saya yang cukup perfeksionis, hanya saja bukankah lebih baik jika mereka membantu saya dengan mengirimkan bahan mereka?
Kemudian, ketika mengerjakan laporan lain, saya bingung hendak mengerjakan bagian mana karena salah seorang dalam tim saya berkata akan mengerjakan duluan. Kemudian, dia tidak pernah memberi kabar hingga hari deadline. Dan, voila, bagian kami sudah selesai. Dia hanya mengatakan "Ini sudah selesai, lebih baik kamu mengerjakan bagian ini saja" dan ketika saya mengerjakan bagian tersebut, bagian tersebut sudah dikerjakan orang lain. Oh, terima kasih saya tidak berkontribusi sama sekali :)) Ceritanya tidak berhenti di sana. Masih berlanjut hingga laporan tersebut harus direvisi di bagian tim saya SEMUANYA, dan teman saya dengan mudahnya mengatakan "Karena kamu dan kamu kemarin belum berkontribusi, jadi yang mengerjakan revisi kalian ya" Oh yeah, terima kasih sekali. Hahahaha.
Yaah. begitulah. Terima kasih sudah mau membaca kisah sepanjang ini. Mohon maaf jika terdapat kata yang menyinggung. Saya kembalikan pada burung hantu.
.
.
.
.
.
.
nggg.. hai! Maafkan nyonyaku. Dia kadang suka seenaknya sendiri. Yah, sepertinya semuanya sudah diceritakan olehnya. Untuk kali ini, cukup sampai di sini saja yaa. Sampai jumpaa

awkwardly evil,


Cruel Owl

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blogger templates